LAPORAN
PRAKTIKUM
EKOLOGI UMUM
PERCOBAAN
X
KEANEKARAGAMAN
JENIS DALAM KOMUNITAS
NAMA : SYAHRIL
NIM :
H41112261
KELOMPOK : VI (ENAM) A
HARI/TANGGAL : KAMIS/ 18 APRIL 2013
ASISTEN : HASPIATI SOFIAN
NUR ONAYANTI

LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
Pendahuluan
Keanekaragaman
jenis merupakan karakteristik tingkatan dalam komunitas berdasarkan organisasi
bilogisnya, yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitasnya. Suatu
komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi jika komunitas
tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies sama dan hampir
sama. Sebaliknya jka suatu komunitas disusun oleh sedikit spesies dan jika
hanya sedikit spesies yang dominan maka keanekaragaman jenisnya rendah (Umar,
2013).
Bentuk
komunitas disuatu tempat ditentukan oleh keadaan dan sifat-sifat individu
sebagai reaksi terhadap faktor lingkungan yang ada, dimana individu ini akan
membentuk populasi didalam komunitas tersebut. Komunitas secara dramatis
berbeda-beda dalam kekayaan spesiesnya (species richness), jumlah spesies yang
mereka miliki. Mereka juga berbeda dalam hubungannya dalam kelimpahan relatif
(relative abundance) spesies. Beberapa komunutas terdiri dari beberapa spesies
yang umum dan beberapa spesies yang jarang, sementara yang lainnya mengandung
jumlah spesies yang sama dengan jumlah spesies yang semuanya umum ditemukan. (Campbell,
2004).
Para
ahli ekologi bersepakat bahwa konsep keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk
mengukur stabilitas suatu komunitas (kemampuan komunitas untuk menjaga dirinya
tetap stabil walaupun ada gangguan terhadap komponen-komponennya). Untuk mengetahui
bagaimana cara menghitung dan menganalisis data dari keanekaragaman jenis suatu
komunitas pada daerah/wilayah tertentu, maka dilkukanlah percobaan ini.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari
percobaan ini adalah :
1. Untuk
mengetahui dan menentukan keanekaragaman jenis suatu komunitas dengan
berdasarkan Indeks Simpson dan Indeks Shannon-Wiener.
2. Melatih
keterampilan mahasiswa dalam menerapkan teknik-teknik sampling organisme dan
rumus-rumus sederhana dalam menghitung keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas.
I.3.
Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan
ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 18 April 2013 pukul 14.30-15.30 WITA,
bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Organisme yang hidup di suatu
tempat, baik yang besar maupun yang kecil, tergabung dalam suatu persekutuan
yang disebut komunitas biotik. Suatu komunitas biotik terikat sebagai suatu
unit oleh saling ketergantungan anggota-anggotanya. Suatu komunitas adalah
suatu unit fungsional dan mempunyai struktur yang pasti. Tetapi srtuktur ini
sangat variabel, karena jenis-jenis komponennya dapat dipertukarkan menurut
aktu dan ruang. Komunitas biotik terdiri atas kelompok kecil, yang
anggota-anggotanya lebih akrab lagi satu sama lain, sehingga kelompok kecil itu
merupakan unit ynag kohesif. Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai
tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai organisme tingkat
tinggi. Misalnya dari mahluk bersel satu hingga mahluk bersel banyak dan
tingkat organisasi kehidupan individu sampai tingkat interaksi kompleks,
misalnya dari spesies sampai ekosistem (Rososoedarmo, 1990).
Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki
kompleksitas yang tinggi. Komunitas yang tua dan stabil akan mempunyai
keanekaragaman jenis yang tinggi. Sedangkan suatu komunitas yang sedang
berkembang pada tingkat suksesi mempunyai jumlah jenis rendah daripada komunitas
yang sudah mencapai klimaks. Komunitas yang memiliki keanekaragaman yang tinggi
lebih tidak mudah terganggu oleh pengaruh lingkungan. Jadi dalam suatu
komunitas dimana keanekaragamannya tinggi akan terjadi interaksi spesies yang
melibatkan transfer energi, predasi, kompetisi dan niche yang lebih kompleks
(Umar, 2013).
Keanekaragaman
alami atau keanekaragaman hayati, atau biodiversitas, adalah semua kehidupan di
atas bumi ini—tumbuhan, hewan, jamur dan mikroorganisme serta berbagai materi
genetik yang dikandungnya dan keanekaragaman sistem ekologi di mana mereka
hidup. Termasuk didalamnya kelimpahan dan keanekaragaman genetik relatif dari
organisme-organisme yang berasal dari semua habitat baik yang ada di darat,
laut maupun sistem-sistem perairan lainnya. Keanekaragaman hayat lazim dianggap
memiliki tiga tingkatan yang berbeda: keanekaragaman genetik, keanekaragaman
spesies dan keanekaragaman ekosistem. Keanekaragaman genetik merujuk kepada
berbagai macam informasi genetik yang terkandung di dalam setiap makhluk hidup.
Keanekaragaman genetik terjadi di dalam dan di antara populasi-populasi spesies
serta di antara spesies-spesies. Keanekaragaman spesies merujuk kepada
keragaman spesies-spesies yang hidup. Keanekaragaman ekosistem berkaitan dengan
keragaman habitat, komunitas biotik, dan proses-proses ekologis, serta
keanekaragaman yang ada di dalam ekosistem-ekosistem dalam bentuk
perbedaan-perbedaan habitat dan keragaman proses-proses ekologis (Henry,2007).
Komunitas adalah kumpulan dari
populasi-populasi yang terdiri dari species berbeda yang menempati daerah
tertentu. komunitas dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk atau sifat
struktur utama seperti species dominan, bentuk-bentuk hidup atau
indikator-indikator, habitat fisik dari komunitas, dan sifatsifat atau tanda-tanda
fungsional (Odum,1993).
Populasi organisme terdapat di
berbagai tempat seperti di kolam, danau, laut ataupun dihutan. Sekumpulan individu
yang sejenis disebut dengan populasi. Individu berasal dari bahasa
latin yang artinya tidak dapat
dibagi. Jadi, Individu adalah
kesatuan makhluk hidup yang
tidak dapat dibagi. Contoh individu adalah seekor kucing, seekor
ayam, seorang manusia. Antara
satu
populasi dengan
populasi lainnya terjadi
interaksi secara langsung maupun tidak langsung. Sekumpulan
populasi dari dua atau lebih jenis yang berbeda yang terdapat di suatu
tempat pada suatu waktu tertentu disebut komunitas (Soerianegara,1988).
Secara garis besar
komunitas dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu sebagai
berikut (Soerianegara,1988).
1.
Komunitas perairan terdiri atas populasi dari berbagai
jenis organisme yang seluruh
anggotanya hidup di dalam
air, baik di air tawar, di payau, atau
di air
asin. Karakteristik biogeokimia lingkungan perairan mempengaruhi keragaman kehidupan jenis organisme penghuninya.
Dalam komunitas perairan itu
sendiri terdapat komunitas bentos yang terdiri atas hewan-hewan yang melekat pada dasar perairan,
komunitas plankton yang merupakan organisme kecil yang terapung dan
gerakannya tergantung arus, dan
neuston yang anggotanya bergerak di
permukaan air.
2.
Komunitas daratan terdiri atas populasi organisme yang seluruh
hidupnya terdapat di atas
daratan. Komunitas ini dapat
dibedakan atas komunitas daratan
berair, seperti hutan rawa, hutan magrove, dan habitat daratan kering. Setiap organisme hidup (biotik) di lingkungan atau di suatu
daerah berinteraksi dengan faktor-faktor fisik
dan kimia
yang biasa disebut faktor
biotik (yang tidak
hidup). Faktor biotik
dengan abiotik saling mempengaruhi
atau saling mengadakan pertukaran material yang merupakansuatu
sistem. Disebut sistem karena penyebaran
organisme hidup di
dalam lingkunagn tidak terjadi
secara acak, menunjukkan suatu
“keteraturan” sesuai dengan kebutuhan
hidupnya. Setiap sistem yang demikian
disebut ekosistem. Jadi
komunitas dengan lingkungan
fisiknya membentuk ekosistem.
Beberapa tipe lahan memiliki berbagai fungsi
ekologis, terutama dalam menyimpan keanekaragaman hayati. Belukar merupakan
lahan yang diberakan dan mengalami suksesi dengan masuknya jenis-jenis tumbuhan
secara alami mulai dari komponen pionir hingga suksesi lanjut. Begitu juga
dengan agroforest karet, proses pembuatan agroforest karet yang memiliki masa
bera selama 8-10 tahun, mampu menumbuhkan jenis-jenis tumbuhan liar di sela-sela
pohon karet. Beberapa penelitian yang dilakukan seperti penelitian Michon dan
de Foresta (1995), menyatakan bahwa agroforest karet bisa menyerupai vegetasi
hutan karena jenis tumbuhan selain karet dibiarkan hidup dan menampung
jenis-jenis yang berasal dari hutan. Selain itu, keanekaragaman jenis anakan
pohon di agroforest dapat mendekati keanekaragaman pohon di hutan. Beberapa
tipe lahan yang memiliki (Soerianegara,1988).
Richards pada tahun 1996 memberikan definisi
mengenai hutan hujan tropis sebagai hutan yang terletak di sepanjang garis
khatulistiwa yang memiliki distribusi curah hujan yang merata di sepanjang
tahun dan tidak mengalami pergantian musim. Hutan hujan tropis yang berada pada
curah hujan yang melebihi 80 hingga 90 inci
setahun, kelembapan udara mencapai 80 persen dan suhu rata-rata 26
derajat Celsius, dapat dijumpai di Amazon dan Lembah Orinoco (Amerika Selatan),
Afrika Tengah, Afrika Barat, Madagaskar, dan daerah Indo-Malay (Odum, 1993).
Belukar merupakan sebuah vegetasi yang terbentuk setelah
adanya gangguan dengan tegakan pohon yang masih berukuran kecil dan rapat. Satu
bentuk hutan sekunder yang terbentuk
setelah adanya gangguan total yang mencapai 90 persen. Belukar terbentuk karena
adanya waktu bera atau waktu selama lahan ditinggalkan (Ningsih, 2009).
Hutan sekunder memiliki komposisi dan struktur
vegetasi yang selalu berubah sejalan dengan umur lahan. Perubahan yang terarah
pada komposisi dan struktur vegetasi tumbuhan dalam rentang waktu tertentu
diartikan sebagai suksesi. Faktor yang memengaruhi suksesi yang terjadi pada
belukar, yaitu keberadaan mekanisme regenerasi, keberadaan mikrohabitat untuk
pertumbuhan vegetasi, dan keberadaan nutrisi dalam tanah untuk pertumbuhan
vegetasi (Barbour, 1999).
Pada hutan sekunder berumur muda suksesi berada pada
fase awal, tumbuhan yang tumbuh saling bersaing untuk mendapatkan sinar
matahari yang banyak menyinari tajuk. Pada fase ini tumbuhan didominasi oleh
jenis pionir yang memiliki ciri khas sebagai berikut: pertumbuhan yang cepat,
memiliki ukuran biji yang kecil, percabangan sedikit, dan cepat berbunga. Jenis
pionir kemudian akan mulai menghilang dan digantikan oleh lapisan pohon yang
homogen. Jenis pohon yang terbentuk di fase tengah (middle) memiliki
ukuran yang lebih tinggi dan hidup lebih lama. Setelah memasuki umur lebih dari
100 tahun, vegetasi telah memasuki fase klimaks yang ditandai dengan
terbentuknya lapisan stratum pohon yang lebih banyak (Barbour, 1999).
Struktur vegetasi hutan hujan tropis yang telah
berada pada periode klimaks memiliki stratum pohon lebih dari tiga lapisan. Selain
kondisi lingkungan, perkembangan hutan sekunder juga bergantung kepada
regenerasi tumbuhan yang dipengaruhi oleh letak hutan, ketersediaan biji di
dalam tanah, dan penyebaran hewan. Faktor regenerasi tersebut akan sangat
memengaruhi tahapan dan hasil suksesi yang berlangsung di hutan sekunder (Ningsih,
2009).
Teknik sampling yang digunakan
adalah teknik sampling line plot yang merupakan teknik pengukuran dan
pengamatan yang dilakukan pada sepanjang jalur yang dibuat dengan diberi jarak
antar petak ukur.
|
|
|
|
|
|||
|
10 meter
![]() |
10 meter 10 meter
Gambar
4. Skema penempatan transek dan petak- petak pengukran
pada analisa vegetasi
Keterangan :
A = Petak ukuran 10 m x 10 m : pengamatan fase pohon
B = Petak ukuran 5 m x 5 m : pengamatan fase pancang
C = petak ukuran 1m x1
m : pengamatan rumput
BAB III
METODE
PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat-alat
yang digunakan dalam praktikum adalah patok 4 buah dengan ukuran panjang 1
meter, plot dengan ukuran 1x1 meter, tali 50 meter, dan meteran.
III.2 Bahan
Bahan-bahan
yang digunakan dalam praktikum adalah area yang akan di amati tingkat
keanekaragamannya.
III.3 Cara Kerja
Cara kerja dari percobaan ini adalah
:
1. Pilihlah suatu areal yang akan
diduga tingkat keanekaragamannya.
2. Buatlah petak sampel dalam areal
tersebut dan letakkan petak secara acak atau sistematis dengan ukuran yang
sesuai dengan keadaan komunitas.
3. Lakukanlah perhitungan jumlah
individu dan jenis pada setiap petak sampel.
4. Buatlah tabel hasil pengamatan
komunitas tersebut agar memudahkan dalam pengolahan data.
5. Data yang diperoleh kemudian diolah
dengan menggunakan Indeks Simpsin dan Shanon-Wiener.
DAFTAR PUSTAKA
Barbour, M.G.
dkk., 1999. Terrestrial Plant Ecology. Third Edition. Addision Wesley
Longman, Inc. California
Campbell, N.A.
2004. Biologi. Jilid 3. Jakarta.
Erlangga.
Henry.
2007. Praktek Unggulan Program
Pembangunan Berkelanjutan Untuk Industri Pertambangan. Department of
Industry tourist and Resources. Australi.
Ningsih, H. 2009. Struktur komunitas pohon pada tipe lahan Yang dominan
di desa lubuk beringin, Kabupaten bungo.
jambi.
Odum, E. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada University
press. Yogyakarta.
Resosoedarmo, S.
1990. Pengantar Ekologi. PT Remaja
Rosdakarya. Jakarta.
Soerianegara ,
I. dkk., 1988 . Ekologi Hutan Indonesia.
IPB. Bandung.
Umar, R. 2009. Penuntun
Praktikum Ekologi Umum. Jurusan Biologi, Universitas Hasanuddin, Makassar.




1 komentar:
assalamualaikum
saya mizar mahasiswa unair, ingin menanyakan terkait pustaka (umar, 2013) pada pendahuluan, apakah saudara memiliki jurnal tersebut ? soalnya pada dapus anda tidak di lampirkan ... terima kasih
jika ada tolong kirimkan ke alamat email saya ya mas mizardesrialdi@gmail.com
Posting Komentar